Masyarakat di Kabupaten paniai masih terbawa trauma sejarah yang pernah beberapa kali terjadi perang tumpah darah sejak tahun 1950-an sampai 1960-an di paniai yakni; Perang nipon, perang perebutan wilayah papua, dan perang lain-lain. Semua peristiwa masa lalu itu sebagai catatan sejarahnya yang masih membekas dalam hati rakyat paniai hingga detik ini. Justru dari itu keberadaan TPN/OPM di kabupaten paniai telah memberikan kesempatan besar buat pemerintah pusat dan daerah untuk meloloskan kepentingan melalui strategi-strategi tertentu dan masyarakat di paniai akan selalu menjadi sasaran korban dibalik semua kepentingan- kepentingan para birokrat itu, sebab setelah beradanya TPN/OPM di panai, TNI/PORLI yang bertugas di wilayah ini banyak kali menimbulakan kekerasaan hingga menewaskan puluhan bahkan ratusan masyarakat sipil dengan memberi stikma OPM. dengan memberi tikma OPM tersebut terhadap masyarakat paniai, pemerintah setempatpun dianggap benar sehingga terus membiarkan masyarakatnya korban berjatuhan dengan begitu saja tampah ada upaya-upaya penyelesaiannya, Salah satu faktanya tanggal 13 November 2011 terjadi konflik di Lokasi Pendulangan Emas di Degeuwo (Distrik Siriwo, Kabupaten Paniai), akibatnya masyarakat di sekitarnya mengungsi ke hutan-hutan dan satu orang (Matias Tenouye) sebagai masyarakat asli di daerah pendulangan itu tewas tertembak oleh TNI/PORLI atas perintah Porles Paniai. Dalam peristiwa ini terlihat hanya Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai,John NR Gobai berupaya membelah perlakuan militer di pendulangan emas di degeuwo waktu itu. sedangkan pemerintah paniai diam membisuh di tempat membuat masyarakatnya merasa ketakutan.
Selain itu, untuk meloloskan kepentingan pemerintah baik, daerah maupun pusat telah melahirkan sebuah rancangan khusus oleh pemerintah pusat melalui militer. Pengiriman pasukan Brimob dari luar Papua ke beberapa kabupaten di Papua termasuk Kabupaten Paniai itu sebagai langkah awal yang masuk dengan alasan keberadaan TPN/OPM di paniai itu menjadikan daerah rawan oleh pemerintah pusat untuk mengirim brimob, yang mana telah mengirim pasukan Brimob dari Kelapa II Jakarta, dari Surabaya, dan dari Kalimantan berjumlah 140 personil turun di kabupaten paniai dalam kondisi lengkap dengan atribut militer dan turun dengan menggunakan pesawat dari tanggal 2 sampai 4 November 2011, tiba di paniai langsung menempati di Kantor Polres paniai, Setelah itu dengan atribut lengkap pasukan Brimob tersebut melakukan patroli di jalan raya dari kecamatan enarotali sampai kecamatan bibida, dari enarotali sampai Kabupaten Deiyai, 11 November 2011, melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah masyarakat sipil di beberapa kampung, dan 14 November 2011 melakukan parade militer keliling Kota Enarotali sampai di ujung jalan bibida dengan menyendarai 12 kendaraan lengkap dengan segala perlengkapan militer. Masyarakat di paniai barat (obano), paniai Utara (Kebo), dan Paniai Selatan (Eputo dan Tage) yang saat itu berada di kota enarotali melihat aksi-aksinya brimob merasa takut sehingga menggunakan perau kayu lalu pulang ke rumah masing-masing. Beberapa hari kemudian brimobnya membagi tugas di beberapa desa yaitu, sekelompok brimob menyeberang dari enarotali ke dagouto untuk menempati di desa dagouto, sekelempok brimob menggunakan jonson naik lewat kali agaa ke desa pasir Putih Kecamatan Komopa untuk menempati di Desa Pasir Putih, dan sekelompok brimob antar dengan menggunakan truk ke bibida untuk menempati di salah satu bukit yakni: Yuke Kebo, desa toko. Tindakan brimob dari tempat masing-masing melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah masyarakat sipil dan saat itu juga masyarakat sipil yang tinggal di desa-desa itu, serta masyarakat sekitanya semua mulai mengunggsi ke hutan-hutan dan ke kota enarotali hingga dalam mengungsian ini tanggal 30 November 2011, brimob menembak seorang masyarakat sipil (Yulius Kudiai) dari desa dagouto dengan menamakan stikma OPM, namun porles paniai melaporkan di wartawan jayapura tanggal 2 desember 2011, pelakunya bukan brimob, sebab mereka dikirim oleh pemerintah pusat untuk mengamankan situasi yang selama ini tidak aman di paniai itu alasannya untuk membunuh masyarakat sipil yang masih hidup dan terada dalam ketakutan ini, tanggal 5 desember 2011 beberapa kepala desa bersama masyarakat yang telah mengungsi dari desa-desa itu turun demo di porles paniai dengan tuntutan pemerintah pusat,polda papua, pemerintah paniai,dan porles paniai segera tarik kembali brimob dari paniai di depan porles panai, tetapi respon dari porles paniai sebelum dikembalikan dua pujuk senjata yang telah ambil oleh TPN/OPM pada bulan agustus lalu itu kami akan tahan mereka hingga di kembalikan kedua pujuk senjata tersebut. Menganalisa alasan-alasan dari porles paniai disini dapat simpulkan bahwa ditusai ini jelas sebuah skenario yang sedang dimainkan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk merugikan masyarakat setempat dan mewujudkan tujuan Negara RI di masa mendatang, sebab buktinya dalam situasi ini pemerintah sebagai pengurus di daerah tentu telah kordinasikan tentang maksud pengiriman brimob di paniai oleh pemerintah pusat dengan daerah, tetapi pemerintah paniai tidak pernah beritahukan kepada masyarakat untuk antisipasi, akhirnya semenjak brimob tiba di kabupaten paniai hingga saat ini masyarakat menjadi brutal dan menambah ketakuatan dari ketakutan yang ada sebelumnya. Justru dari itu tanggal 13 desember 2011 brimob yang sebelumnya telah tempati di beberapa itu kembali dan mengantarkan mereka dengan menggunakan helicopter ke uwamani. Persis di sekitar keberadaan OPN/OPM untuk menimbulkan kontak senjata (perang) antara ke dua kelompok. Masyarakat yang tinggal di daerah itu dari desa muyawebe sampai desa toko sedang mengungsi ke kota Enarotali, kebo, obano, eputo, dan lain2 tempat yang jahu dari tempat tinggal mereka. Melihat kondisi saat ini di paniai mulai memanas, maka kemungkinan malam tanggal 13 ini atau1, 2 hari akan terjadi kontak senjata. Dalam situasi ini pemerintah di kabupaten paniai pun tidak ada dari semenjak tnggal 29 November 2011 hingga kini kata seorang pemuda Yanuaris Tekege dari Enarotali melalui via Telpon tanggal 13 desember 2011. Pada hal dalam situasi seperti begini tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan pemerintah setempat sesuai wilayah atminitrasi Negara yang telah ada tetapi semua pemerintahnya telah hilang satu-satu dari wilayah tanggung jawabnya itu secara pribadi sangat mencurigakan bhawa ada kepentingan terselubung antara pemerintah pusat dan daerah, sebab selama beberapa bulan ini tidak ada satu orang pemerintahpun yang berupaya ke Jakarta untuk mengamankan situasi yang terus memanas di kabupaten paniai ini. Namun hanya Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai,John NR Gobai yang terus beupaya di Jakarta mulai dari tanggal 2 desember hingga saat ini (13 desember 2011). DAD Paniai sendiri menilai keresahan dan kekerasaan terhadap masyarakat di paniai oleh brimob itu adalah benar-benar tidak secara manusiawi, sehingga beliau berupaya sampai telah bertemu beberapa peminpin pemerintah pusat yaitu, Wakil Ketua Komnas HAM, M Ridha Saleh, Ketua DPR RI, Marzuki Alie, dan satu dua hari kedepan beliau akan berusaha bertemu Kepala Mabes Porli RI di Jakarta untuk meminta segera tarik brimob dari kabupaten paniai. Upaya-upaya yang di lakukan oleh Ketua DAD Paniai untuk mengamankan kembali dituasi dan ketakutan-ketakutan masyarakat di paniai. Harapannya Upaya Ketua DAD Paniai tersebut secepatnya dapat di wujudkan oleh Pemerintah Pusat dan Mabes Porli Jakarta, agar situasi masyarakat di paniai kembali kondisif seperti biasanya.
Kesimpulan, sebagai kesan dan catatan yang tak akan pernah terhapus dari benak pribadi yakni, situai yang sedang memanas dan terus menakutkan masyarakat di kabupaten paniai oleh brimob ini, sesungguhnya pemerintah paniai yang dapat mengatasi sebagai tanggung jawabnya, tetapi semua sudah meninggalkan wilayah ini untuk meloloskan tujuan pemerintah pusat dan kemungkinan kepentingan pemerintah daerah sendiri di masa mendatang adalah wujud tidak kepedulian oleh pemerintah paniai terhadap masyarakat dan wilayahnya sendiri. By Jakarta (Tinus Pigai)
Selengkapnya...